SELAMAT MEMPERINGATI 130 TAHUN MISI KATOLIK DI TANAH PAPUA ( FAK-FAK 22 MEI 1894 - 22 MEI 2024).
SEJARAH KEUSKUPAN TIMIKA
Genesis
Keuskupan Timika berawal mula dari sejarah panjang pemekaran Gereja pada wilayah Gerejawi Nusantara:
- Prefektur Apostolik Batavia: 1807 (Nederland Indie, termasuk Nederland Nieuw Guinea (NG));
- Prefektur Apostolik Nederland Nieuw Guinea: 22 Desember 1902;
- Vikariat Apostolik Nederland Nieuw Guinea: 29 Agustus 1920;
- Prefektur Apostolik Hollandia: 3 Juni 1949 (berita resmi 13 Juni 1949);
- Vikariat Apostolik Holandia: 19 Desember 1959;
- Paus Yohanes XXIII mengeluarkan Dekrit Quod Christus Adoratus tentang pendirian hirarkhi Gereja di Indonesia, maka semua Vikariat dan Prefektur Apostolik ditingkatkan menjadi Keuskupan: 3 Januari 1961 Prefektur Apostolik Hollandia menjadi Keuskupan Jayapura.
- Vikariat Episkopal: 1 Januari 1989 Keuskupan Jayapura menetapkan wilayah bagian barat menjadi Kevikepan dengan pusat di Enarotali, dan Vikep P. Bert Hagendoorn, OFM, kemudian pada tanggal 1 September 1999 diganti oleh P. John Philip Saklil, Pr.
- Diajukan menjadi Keuskupan Timika: 15 November 2001 (dalam Sidang Agung KWI);
- Disahkan: 19 Desember 2003 (oleh Paus Yohanes Paulus II);
- Berita resmi: 10 Januari 2004 (via Radio Vatikan);
- Peresmian: 18 April 2004 dengan pusat di kota Timika, dan John Philip Saklil, Pr. ditahbiskan sebagai Uskup pertama Keuskupan Timika.
- 3 Agustus 2019: Mgr. John Philip Saklil, Pr (Uskup Pertama) meninggal dunia secara mendadak dalam usia yang ke 59 th. Dan dikebumikan di Pemakaman di Kompleks Kantor Keuskupan pada tgl. 7 Agustus 2019.
- 7 Agustus 2019: Pada saat Misa Requiem untuk Alm. Mgr. John Philip Saklil, diumumkan bahwa P. Marthe Ekowaibi Kuayo, Pr diangkat sebagai Administrator Diosesan untuk Keuskupan Timika. Dia dipilih oleh Dewan Konsultores Keuskupan, yang dihadiri oleh Mgr. Ignasius Suharyo, Pr sebagai Ketua KWI.
- SEDE VACANTE
Latar Belakang Sejarah
Prolog
Tahun 1807, saat Nederland (Belanda) di bawah Pemerintahan Raja Lodewijk Napoleon, Bapa Suci Sri Paus Pius VII mendirikan Prefektur Apostolik Batavia. Prefektur ini meliputi seluruh Nederland Indie, termasuk Papua Nieuw Guinea. Prefektur ini diserahkan kepada para imam sekular. Pastor Jacobus Nelissen, Pr ditunjuk sebagai Prefek Apostolik pertama. Bersama dengan pastor Lambertus Prinsen, Pr beliau berangkat ke Jawa. Pada tgl. 8 April mereka tiba di pelabuhan Tanjung Priok, Batavia.
Tanggal 20 September 1842: Prefektur Apostolik Batavia diangkat menjadi Vikariat Apostolik. Mgr. J. Grooff, Pr ditunjuk menjadi Vikaris. Bersama 4 orang missionaris imam sekular, beliau berangkat ke Jawa.
Misi Perdana di Papua
Tanggal 11 Juli 1891: Pemerintah memberi ijin kepada Gereja untuk bekerja di Papua, bagian barat daya. Bomfia, suatu tempat di pulau Seram, dipandang baik sebagai batu loncatan untuk beroperasi di Papua.
Tanggal 22 Mei 1894: Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ mendarat di Papua, di Skroe dekat Fak-Fak. Dalam 10 hari beliau mempermandikan 73 anak-anak.
Cornelis Johann Le Cocq d’Armandville SJ
(Delf, 29 Maret 1846 – Mimika, 27 Mei 1896)
Menjangkau Mimika
Tanggal 27 Mei 1896: Dalam perjalanan pulang dari menyusuri daerah timur Papua, pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ singgah di Kipia pantai Mimika, di mana ia menemukan banyak penduduk, tersebar di kampung-kampung. Di tanah ini, pastor Le Cocq berjanji untuk mendirikan misi.
Sayang beliau harus mengakhiri perjalanan misi untuk selamanya di pantai Kampung Kipia karena ajal menjemputnya saat hendak kembali ke kapal. Nama beliau kini diabadikan di salah satu sekolah menengah di Kokonao serta nama Kolese Jesuit di Nabire.
Tanggal 22 Desember 1902: Vikariat Apostolik Batavia dipecah menjadi dua wilayah. Wilayah bagian timur Sulawesi dijadikan Prefektur Apostolik Nederland Nieuw Guinea. Prefektur diserahkan ke pastor-pastor MSC. Prefek Apostolik pertama adalah pastor Dr. Matthias Neyens, MSC. Kedudukan Prefek adalah Langgur di pulau Kei.
Tanggal 1 Januari 1904: Di Langgur diadakan timbang-terima pekerjaan dari tangan pastor-pastor SJ ke tangan pastor-pastor MSC. Saat itu, jumlah umat di Kei sebanyak 1000 orang. Jumlah sekolah 11 buah dengan 200 murid.
Tanggal 12 Januari 1912: Gubernur Jendral Idenburg membuat surat keputusan tentang garis pemisah antara Misi dan Zending. Misi tidak diperbolehkan masuk ke daerah utara melewati garis 4 derajad 30 lintang selatan.
Tanggal 29 Agustus 1920: Prefektur Apostolik Niew Guinea diangkat menjadi Vikariat Apostolik. Mgr. J. Aerts, MSC ditunjuk sebagai Vikariat. Pada tahun ini jumlah umat di seluruh Vikariat ada 7648, dengan perincian 4884 di Kei, 2554 di Tanimbar, dan 250 di Papua. Mayoritas dari umat itu adalah orang asal Kei, Tanimbar, dan orang Belanda.
Mgr. Johanes Aerts, MSC
Dok. SOS Langgur
Vikaris Apostolik Nieuw Guinea (1920-1942)
Kokonao sebagai Pusat Misi
“Janji Pastor Le Cocq d’Armandville SJ, rasul pertama tanah Papua, untuk mendirikan Misi di Mimika, baru tergenapi 21 tahun kemudian, ketika Yang Mulia Mgr. J. Aerts MSC bersama pastor Kowatzky MSC dan Bapak Guru Benedictus Renjaan dan Christianus Rettob mendarat di Kokonao pada 9 Mei 1927.” Renjaan membuka sekolah di Kokonao. (SOS 1938:45)
Februari 1928: Guru Salvator Hungan membuka sekolah di Kekwa, Mimika.
Tanggal 27 Mei 1928: Pastor Kowatzky menetap di Kokonao. Bersama beliau, tiba pula di Kokonao, Alexander Rettob yang kemudian ditempatkan sebagai guru di Paripia. Tiba juga Sabinus Fernatubun, yang menetap di Timika.
Juli 1928: Di Ambon diadakan pertemuan antara Gereja Katolik (diwakili Mgr. J Aerts) dan Zending (diwakili Dr. Slotemaker de Bruine). Rapat ini dipimpin oleh Gubernur Ambon, LHW van Sandick. Pokok pembicaraan adalah soal pro dan kontra zending ganda (dubbele zending). Garis pemisah mulai dihapus.
Tanggal 11 Agustus 1928: Pater Kowatzky mempermandikan Johanes. Ini adalah permandian pertama sejak Paroki Kokonao berdiri.
Ecclesia Stella Maris Kokonao
Mgr. Hermanus Henri Anton Maria Tillemans MSC
(Grave, 31 Juli 1902 – Merauke, 23 Agustus 1975)
Tanggal 12 November 1928: Br. J Crooymans tiba di Kokonao. Bersama dengan beberapa tukang dari Kei ia mendirikan rumah pastoran dan Gereja. Pada waktu yang sama Paulus Rahawarin datang untuk ditempatkan sebagai guru di Umar; Aloysius Lekasubun di Kamora-Miyoko; Isaias Kelanit di Uta dan Justinus Ohoiwutun di Ipiri.
Tanggal 27 Desember 1929: Pastor Hermanus Tillemans tiba di Papua dan ditempatkan di Kokonao daerah Mimika, kemudian terus ke Uta, di mana dia bekerja sampai tahun 1932.
Tanggal 15 Juni 1930: Pastor Hermanus Tillemans membuka stasi kedua di daerah Mimika, yaitu Uta. Guru Paulus Rahawarin membuka sekolah di Amar, Henricus Dujatubun di Potowai, Justinus Naraha di Poronggo, Nicolaus Selitubun di Kaugapu, Samuel Kirwelakubun di Pigapu.
Dari Kokonao Memperluas Misi
Desember 1931: Pater H. Tillemans ikut Bijlmer-ekspedisi, meninjau daerah yang belum dikenal.
Tanggal 5 Desember 1931: Br. Galiart berangkat ke Kokonao mengganti Br. Crooymans dan mendirikan rumah pastoran di Uta, Mimika.
April 1932: Pater H. Tillemans mengudik sungai Pronggo dan menjumpai suku-cebol.
Tanggal 11 November 1932: Pastor P Rievers ditempatkan di daerah Mimika. Pastor Hermanus Tillemans dari Uta pindah ke Kokonao untuk menggantikan Pastor Kowatzky yang kerap sakit. Pastor Tillemans tinggal di Kokonao sampai 1943, sedangkan pastor Rievers hanya sampai 1935.
Medio 1933: Mgr. J Aerts mengajukan usul kepada Kongregasi de Propaganda Fidei agar Vikariatnya dipecah menjadi dua.
Tanggal 8 Oktober 1933: Permandian kembali diadakan di Kokonao dan dirayakan besar-besaran. Meski yang dipermandikan hanya beberapa anak sekolah, upacara ini berjalan meriah dengan kehadiran 5000 orang.
Desember 1933: Kongregasi de Propaganda Fidei memberi jawaban mengenai pemecahan Vikariat: sebelum diadakan pemecahan, di daerah yang akan dipisah harus sudah ada stasi yang cukup. Suatu wabah menyerang daerah Mimika. Guru Sabinus dan istri guru Salvator Hungan menjadi korban.
Oktober 1935: Mgr. Aerts menerimakan Sakramen Krisma kepada 375 orang katolik di daerah Mimika.
Tanggal 21 Desember 1935: Pater Tillemans mengikuti Bijlmer-ekspedisi II.
Tanggal 22 Januari 1936: Pater Jac. Akkermans, yang tiba di Indonesia pada 9 Desember 1935, dikirim ke daerah Mimika dengan tempat kedudukan Uta.
Tanggal 28 September 1936: Kongregasi de Propaganda Fidei mengijinkan Fransiskan bekerja di Vikariat Nieuw Guinea.
Oktober 1936: Ditunjuk 6 anggota Fransiskan untuk Papua: Pastor Fulco Vugts, Pastor Zeno Moors, Pastor Philipus Tetteroo, Nerius Louter, Pastor Dr. S van Egmond dan Bruder Sebastiaan Vendrig.
November 1936: Permandian di daerah Mimika, a.l. di kampung Wania, sebanyak 400 orang.
Tanggal 1 April 1937: Timbang terima pekerjaan di Langgur dari tangan pastor-pastor MSC ke tangan pastor-pastor Fransiskan. Waktu serah-terima, Vikariat Apostolik Nieuw Guinea mempunyai umat sebanyak 37.736 orang, dengan perincian: 16.677 orang katolik di Kei, 10.969 di Tanimbar, 667 di Ambon, dan 9.454 di Papua. Dengan penyerahan beberapa stasi kepada misionaris Fransiskan, Vikariat Apostolik Nieuw Guinea memasuki babak baru. Vikariat Apostolik Nieuw Guinea menuju ke arah pemecahan wilayah.
Juni 1938: Pater H. Tillemans ikut ekspedisi van Eechoud ke Daerah Paniai. Pater Dr. Drabbe dari Uta pindah ke Inauga, kemudian ke Kokonao, untuk mempelajari bahasa Mimika. Pater Drabbe tinggal di Kokonao sampai 1939.
Januari 1939: Pater Tillemans membawa tiga orang guru ke Enarotali. Mereka ialah Andreas Maturbongs, ditempatkan di Enarotali, Petrus Letsoin, ditempatkan di Yaba, dan Meteray, ditempatkan di Sugapa.
Tanggal 31 Mei 1939: Pater H. Tillemans mengadakan eksplorasi dari Mimika ke daerah Paniai. Ini adalah perjalanan keempat kalinya. Ia mencari jalan tembus ke Teluk Etna, lalu kembali ke Enarotali. Dalam perjalanan ini beliau diantar oleh dua orang Guru dan dua orang pengangkut barang. Seorang guru ditempatkan di Meyeppa dan lainnya ditempatkan di Ituda.
Pater J. Lightvoet dan Pater J. Laaper tiba di Kokonao untuk menggantikan Pater Akkermans.
Tanggal 1 April 1940: Pastor Drabbe dari Langgur tiba di Uta. Ia aktif memberikan pelajaran persiapan penerimaan Sakramen Krisma di Otakwa, Atuka, Timuka, Perepea, Kokonao dan Uta sendiri. 2000 orang dikumpulkan di Atuka. Mgr. Aerts beserta Pastor Laaper tiba di Atuka untuk menerimakan Sakramen Krisma kepada 2000 orang tersebut. Mgr. Aerts juga pergi ke Uta dan Kokonao untuk tujuan yang sama. Pastor Laaper ditempatkan di Kokonao. Sementara pastor Akkermans, yang menurut rencana akan dipindah ke Ambon, untuk sementara masih tinggal di Kokonao mendampingi pastor Laaper. Pastor Tillemans melayani stasi Jaraja, Potowai, dan seluruh daerah Paniai di pengunungan.
Tanggal 10 Mei 1940: Pater Tillemans melakukan perjalanan ke Enarotali. Tetapi pemerintah di Enarotali meninggalkan posnya.
Juni 1940: Pater Tillemans dari Enarotali kembali ke Kokonao. Misi di daerah Paniai ditutup.
April 1941: Umat Katolik di Uta mendirikan Gereja.
Juli 1942: Pater Tillemans kembali ke Paniai.
Tanggal 23 Juli 1942: Pater J. Grent terbang ke daerah danau Paniai. Tetapi karena cuaca buruk, pesawat tidak dapat mendarat di Enarotali, melainkan mendarat dekat sungai Wania.
Tanggal 28 Juli 1942: Pater Tillemans kembali dari Paniai ke Uta. Sebelum sampai Uta, ia menerima surat dari asisten pemerintah agar datang ke Kaimana. Pater Tillemans mengirim surat kepada Pater Laaper supaya pergi ke Paniai lewat kampung Koperapoka. Pater Tillemans tidak mau disel, dan berbalik arah menuju kembali ke Paniai.
Tanggal 17 November 1942: Pater Tillemans dari daerah danau Paniai tiba di Merauke dengan pesawat Catilina. Ia tidak tinggal lama di Merauke. Bulan Desember ia berangkat ke daerah Mimika.
Tanggal 27 Desember 1942: Pater Tillemans, sebelum Natal, pergi menuju Uta. Barang-barang di Uta diangkut ke Orawya. Dalam perjalanan ke Orawya, Pater Tillemans mempersembahkan Misa dekat kuburan Pater Laaper. Beberapa anak dan orang dewasa dipermandikan. Ada sekelompok orang dari Uta ikut ke Orawya untuk merayakan Natal di sana. Sejak itu, daerah Mimika jatuh ke tangan tentara Jepang hingga Mei 1946.
November 1945: Tentara yang ada di daerah Mimika dilucuti senjatanya oleh pasukan Australia lalu mereka dibawa pergi. Sejumlah tentara yang berada di daerah Paniai dipanah mati oleh penduduk karena mereka memperkosa perempuan-perempuan. Tentara pendudukan di daerah ini juga diangkut oleh tentara Australia. Dengan demikian, Gereja di daerah Mimika dan Paniai dapat bernafas lagi. Meski demikian, pada waktu itu belum dapat dipikirkan untuk membuka stasi-stasi itu kembali.
Tanggal 25 Desember 1945: Malam Natal berlangsung dengan baik, meski suasana menakutkan. Mgr. Grent memikirkan untuk membuka kembali misi di daerah Mimika. Karena itu, Pater Tillemans yang selama zaman Jepang bekerja di Mindiptana daerah Muyu, dipanggil kembali ke Merauke, dengan maksud supaya Pater tersebut di Merauke menyiapkan apa yang sekiranya diperlukan untuk dapat membuka stasi Mimika lagi.
Januari 1946: Pater Tillemans turun dari Mindiptana ke Merauke, tetapi belum pergi ke Mimika karena keadaan masih kacau.
Tanggal 6 Mei 1946: Pater Tillemans dengan menumpang kapal-motor “Harmen” berangkat ke Mimika. Mereka belum tahu apakah Mimika sudah dibersihkan dari tentara Jepang atau belum. Maka diputuskan untuk masuk sungai Tipuka. Di situ orang mendengar bahwa tentara Jepang sudah diangkut pergi.
Tanggal 7 Mei 1946: Kapal berlayar ke Kekwa. Seluruh penduduk Mimika berkumpul di situ. Rakyat dengan gembira melihat kembali Pater Tillemans dan ketika mendarat ia dipanggul di atas pundak untuk dibawa ke tempat penginapan. Pada malam itu pula, Pater Tillemans mendengar dari putra-putra Mimika bahwa selama pendudukan Jepang banyak hal terjadi yang sama sekali tidak dapat dibenarkan. Pater Tillemans lalu memutuskan untuk sementara tidak akan menerimakan Sakramen Pengakuan sampai penyelidikan perkara selesai. Diinformasikan pula bahwa pada zaman Jepang, Gereja Katolik Kokonao digunakan sebagai Rumah Sakit Militer. Sedangkan rumah pastoran dipakai sebagai rumah dokter. Lama-kelamaan papan-papan Gereja dan pastoran diambil untuk digunakan sebagai kayu bakar. Gereja dan pastoran Uta juga mengalami hal yang sama. Dengan demikian, umat Mimika lalu bergiat kembali membangun pastoran. Untuk sementara Pater Tillemans tinggal di rumah Bapak Guru Kepala Sekolah Lakesubun. Ia mulai bekerja kembali sebagai Pastor Paroki.
Juni 1946: Pater Tillemans, setelah mendengar bahwa di Merauke dibuka SPG, ikut membantu mencari murid. Didapatkan sebanyak 30 murid Mimika untuk mengikuti pendidikan Guru asli di Merauke. Pimpinan asrama murid di SPG itu adalah Pater Baartmans.
Tanggal 4 Agustus 1946: Tiba-tiba saja, seperti jatuh dari langit, datang di Merauke 3 orang misionaris baru dengan pesawat terbang. Mereka adalah Pater van Dongen, van Kessel, dan Jos Verhoeven. Pater Kessel ditunjuk menjadi pastor di Ninati, sedangkan Pater Jos Verhoeven ditunjuk untuk membantu Pater Tillemans di Kokonao.
Tanggal 15 Agustus 1946: Pater Tillemans selama tiga bulan mengadakan pembersihan masalah di Kokonao. Sesudah itu, ia mengumumkan bahwa mulai sekarang umat Katolik boleh mengaku dosa. Pater Tillemans juga merencanakan untuk mendirikan asrama putra dan sekolah rakyat 3 tahun di mana anak-anak dipersiapkan untuk kelak dapat masuk VVS di Merauke. Agar Guru-guru Kei dengan rela mau bekerja sama melaksanakan rencana tersebut, Pater Tillemans juga akan mendirikan asrama untuk anak-anak Kei. Rencana ini segera terlaksana. Guru-guru dan ratusan orang Mimika giat membangun proyek ini. Awal September, orang telah mendirikan gedung sekolah.
Tanggal 12 September 1946: Pater Jos Verhoeven berangkat dengan kapal-motor “Lily” ke Mimika. Setiba di Kokonao, tanggal 16 September, ia terus diserahi tugas mengurus sekolah misi.
Oktober 1946: Pater Zegwaard tiba di Priok dengan kapal-motor “Oranye”. Pembesar telah menunjuk tenaga baru yang sangat kuat itu untuk bekerja di Mimika.
20 Desember 1946: Pater Zegwaard tiba di Merauke bersama 24 orang Guru Kei, yang sebagian akan ditugaskan ke Mimika. Selama tinggal di Merauke, pater Zegwaard sibuk mempelajari bahasa Mimika.
Maret 1947: Pater Zegwaard mendarat di Kokonao.
Tanggal 6 April 1947: Di Kokonao, Pater Tillemans mempunyai rencana bersama dengan Pater Zegwaard untuk pergi ke daerah Wissel.
Tanggal 21 Agustus 1947: Pater Tillemans dan Br. Galiart pergi ke Belanda untuk beristirahat. Misi daerah Mimika diserahkan kepada Pater Zegwaard dan Pater Jos Verhoeven. Pada akhir bulan ini dua pater tersebut dengan gembira menyaksikan selesainya pembangunan asrama putri di Kokonao. Pada waktu yang sama diajukan suatu permohonan untuk menyewa sebidang tanah, di mana kelak akan didirikan sebuah rumah susteran dan rumah sakit.
Gerardus Zegwaard, MSC
Tanggal 2 Februari 1948: Datang tenaga baru ke Papua, Pater A.Welling. Ia ditunjuk untuk bekerja di Uta, Mimika.
Tanggal 26 Februari 1948: Pater Welling berangkat ke Mimika bersama dengan Pater Verhoeven. Pater Welling mendapat tugas melayani stasi Uta, mulai dari Yaraja sampai Potoway. Pater Tillemans dan Pater Jos Verhoeven melayani Kokonao, Kekwa, Timuka. Sementara Pater Zegwaard melayani daerah Atuka sampai Otakwa.
Tanggal 22 Oktober 1948: Karena Mgr. Grent berhalangan ke Kokonao, Pater Zegwaard dikuasakan untuk menerimakan Sakramen Krisma. Sejak Desember 1947, tinggal di daerah Mimika beberapa ribu orang Manowe (Asmat). Mereka diusir dari daerah Asmat oleh musuh mereka. Karena takut dipenggal kepalanya, mereka melarikan diri ke Mimika. Pater Zegwaard mendirikan sekolah untuk anak-anak mereka dengan guru-guru yang tak berijazah. Pada September 1948, datang lagi sekitar 4000 orang Asmat ke daerah Mimika. Kedatangan suku Asmat ini sangat penting untuk perkembangan Gereja di kemudian hari. Kedatangan mereka ini memberikan gagasan kepada para misionaris untuk pergi menyelidiki daerah asal-usul mereka.
Tanggal 7 November 1948: Pater Zegwaard menerimakan Sakramen Krisma di Kokonao kepada putra-putra asrama dan penduduk Katolik Kokonao.
Tanggal 25 Desember 1948: Setelah di Wania, Pater Zegwaard menerimakan Sakramen Krisma di Paraoka dan Potoway.
Tanggal 29 Maret 1949: Pater Tillemans bersama Pater Kammerer dan Pater Boersma, bersama dua orang Guru, Gerardus Ohoiwutun dan Bartholomeus Welerubun tiba di Enagotadi.
Tanggal 21 April 1949: Hari bersejarah untuk Mimika, dengan keberangkatan kapal-motor “Harmen” membawa Sr. Christiana, Wilhelma, dan Sr. Pancratia ke Kokonao. Mereka akan membuka Rumah Sakit dan bekerja di bidang pendidikan putri Mimika. Para suster tersebut diantar oleh Pater de Brouwer.
Tanggal 16 Mei 1949: Asrama putri Kokonao dibuka dengan 42 anak.
Tanggal 26 Mei 1949: Selama di Enagotadi, Pater Tillemans, Kammerer dan Boersma telah berhasil membuka stasi Waghete dan Pater Boersma menetap di sini. Sementara itu, Pater Kammerer menetap di stasi Kugapa. Pater Tillemans tinggal di stasi Jaba.
Tanggal 31 Mei 1950: Pater Tillemans telah selesai tugasnya di daerah Paniai. Ia telah mengantar para pater Fransiskan dalam pekerjaan. Setelah daerah itu diserahkan kepada mereka, ia meninggalkan tempat itu. Ia mohon diri dari Enagotadi dan berjalan kaki ke Kokonao. Mulai tanggal ini, daerah Enagotadi dan sekitarnya menjadi daerah OFM
Tanggal 24 Juni 1950: Pastor H. Tillemans ditunjuk menjadi Vikaris Apostolik Merauke. Sebelumnya, 12 Mei 1949, Vikariat Apostolik Nederland Nieuw Guinea, yang berpusat di Langgur, dipecah menjadi dua wilayah. Wilayah gereja MSC menjadi Vikariat Apostolik Amboina. Sedangkan wilayah gereja OFM menjadi Prefektur Apostolik Hollandia. Tgl. 3 Juni 1949, Pastor Cremens diangkat menjadi Prefek Apostolik. Jadi, mulai 24 Juni 1950, di bumi Papua ada dua wilayah gerejani: Vikariat Apostolik Merauke dan Prefektur Apostolik Hollandia.
Tanggal 14 Desember 1950: Setelah menjadi Uskup, Mgr. Tillemans berangkat ke Mimika dengan kapal-motor “Karossa” untuk menerimakan Sakramen Krisma. Dengan kapal yang sama pula Pater Drabbe pergi ke Mimika, terus ke biak, dan ke Enagotadi, dengan tujuan untuk mempelajari bahasa Mee dan Moni. Di daerah Paniai ia akan menyusun dan menerjemahkan doa-doa harian, katekismus dan riwayat sejarah suci dalam bahasa-bahasa tersebut. Beliau akan bekerja sama dengan Pater Boersma OFM.
Tanggal 13 Februari 1953: Misi Mimika mendapatkan tenaga baru dan istimewa: Pater Camps. Tidak lama kemudian barisan misi diperkuat lagi dengan seorang tenaga luar biasa: Pater Coenen (12 Maret 1953). Rupanya daerah Mimika masih terus-menerus kekurangan tenaga. Pater Floor Hoogendijk ditunjuk untuk bekerja di sana.
Tanggal 26 Juni 1953: Kongregasi de Propaganda Fidei menulis sepucuk surat keputusan: daerah Mimika mulai tanggal ini diserahkan dari MSC ke OFM.
Tanggal 24 Desember 1954: Gereja baru berdiri di Omanga, daerah Mimika, sebagai salah satu dari Gereja stasi Pater Coenen. Gereja ini diberkati dan diberi nama Gereja Santa Maria Goretti. Pada hari Natal 1954, 1200 orang berkumpul untuk merayakan Natal. Pater Coenen mempersembahkan perayaan Ekaristi dan berkotbah dalam bahasa Mimika. Dipentaskan pula sandiwara Natal dalam bahasa Daerah.
Dok. Paroki Kokonao
Kokonao 1954. (kiri ke kanan) Sjel Coenen, Floor Hoogendijk, Herman Peters, Cleoph Ruigrob, Jan Wempe, Hannes Jorna, Henk Smit, Amiel Andreoli, Jules Camps.
Tanggal 17 Februari 1957: Pater Jorna tiba di Kokonao. Tanggal 7 Maret 1957: Pater Jorna dan Pater Peters diantar oleh Pater Coenen berangkat ke Lembah Tsinga, sebelah selatan pengunungan Carztensz. Lembah itu didiami oleh suku Amungme. Mereka menjelajahi lembah tersebut selama 12 hari.
Mei 1958: Di Mimika, Mgr. Staverman OFM menerimakan Sakramen Krisma kepada 1000 orang. Di Kipia-Mapar, Mgr. Staverman memberkati Salib 12 meter tingginya dan 6 meter le-barnya. Salib ini ditanam di kampung tersebut untuk memperi-ngati misionaris pertama di Papua, Pater Le Cocq d’Armandville, SJ. Penduduk kampung pada kesempatan itu mementaskan se-buah sandiwara berjudul “Pembunuhan atas diri Pater Le Cocq d’Armandville”. Di Kokonao, Mgr. Staverman memberikan bin-tang Pro Ecclesia et Pontifice kepada Wilhelmus Sowai atas jasanya selama puluhan tahun mengabdi pada Gereja sebagai kapten-pengemudi kapal-motor Misi.
Tanggal 19 Desember 1959: Kongregasi de Propaganda Fidei memutus-kan bahwa Prefektur Apostolik Holandia menjadi Vikariat Apostolik Holandia.
Tanggal 3 Januari 1961: Paus Yohanes XXIII mengeluarkan Dekrit Quod Christus Adoratus, yang antara lain menegaskan pendirian hirarkhi Gereja di Indonesia. Vikariat dan Prefektur Apostolik ditingkatkan statusnya menjadi Keuskupan. Karena Paus menghormati hukum internasional, Gereja Papua tidak masuk ke wilayah hirarkhi Gereja di Indonesia.
Tanggal 28-29 Desember 1977: Pesta Emas Gereja Katolik Mimika di-rayakan dengan meriah di Kokonao. Hari pertama diisi dengan acara pesta rakyat dengan mengambil tempat di 4 kampung. Pesta rakyat ini antara lain adalah pesta pendewasaan pemuda (pesta taori), pemotongan sagu raksasa. Pada hari kedua, diselenggarakan perayaan Ekaristi Kudus. Dalam Ekaristi ini, Uskup Jayapura, Mgr. Herman Münninghoff OFM dijemput oleh tokoh adat Mimika. Selain itu juga diselenggarakan penghormatan kepada Mgr. Herman Tillemans MSC.
Dok. Paroki Kokonao
Ekaristi Kudus untuk mensyukuri Pesta Emas Gereja di Mimika (kiri ke kanan) Sjel Coenen, Dirk Luter, M. Stevens, Uskup Herman, Hans Frankenmolen, Karel Hermans, Henk Smits, Felix Tjidinizg.
Dok. Paroki Kokonao
Lomba dayung, salah satu acara memeriahkan Pesta Emas.
Dok. Paroki Kokonao
Salah satu bagian dari Pesta Taori.
Dari Kevikepan Menuju Keuskupan
Tanggal 1 Januari 1989: Uskup Jayapura, Mgr. Herman Münninghoff OFM memutuskan membentuk Vikariat Episkopal untuk bagian barat wilayah Keuskupan Jayapura.
Tanggal 15 November 2001: Dalam Sidang Agung KWI, diajukan usul bahwa Vikariat Episkopal bagian Barat wilayah Keuskupan Timika dipertimbangkan untuk menjadi Keuskupan terpisah dari Keuskupan Jayapura.
Tanggal 19 Desember 2003: Paus Yohanes Paulus II mengesahkan berdirinya Keuskupan Timika sebagai pemekaran dari Keuskupan Jayapura. Timika ditunjuk sebagai pusat Keuskupan dan Gereja Tiga Raja ditetapkan sebagai Gereja Katedral Keuskupan Timika. Pater John Philip Saklil, Pr terpilih sebagai Uskup Timika pertama. Pengesahan ini disiarkan dalam berita resmi lewat Radio Vatikan pada 10 Januari 2004.
Dok. Keuskupan
Tahbisan Uskup Timika
18 April 2004: Di Timika diselenggarakan perayaan Ekaristi Kudus peresmikan berdirinya Keuskupan Timika dan tahbisan Uskup Pertama, Mgr. John Philip Saklil.
Mgr. John Philip Saklil
Sede Vacante
3 Agustus 2019: Secara mendadak Mgr. John Philip Saklil, Pr dipanggil Tuhan, pada usia ke 59 tahun. Beliau jatuh di pelataran samping kanan Kapel Kantor Keuskupan. Sempat dibawa ke RSMM dan mendapat pertolongan di ICU, namun tidak dapat ditolong. Bapa Uskup meninggal pada jam …….. di RSMM.
7 Agustus 2019: Pada saat misa Requiem dan Pemakaman Mgr. John Philip Saklil, Pr diumumkan bahwa mulai saat ini Keuskupan Timika berada dalam situasi SEDE VACANTE, artinya TAHTA KOSONG sampai diangkatnya Uskup yang baru. Demi tetap berjalannya Keuskupan, maka Dewan Konsultores (Kuria, para Dekan, Ketua Condios, Ketua Adios, dan Ketua Ipar) telah memilih Pastor Marthen Ekowaibi Kuayo, Pr (sampai saat itu ada Vikjen dari Mgr. John) sebagai ADMINISTRATOR DIOSESAN untuk Keuskupan Timika, sampai diangkatnya Uskup yang baru.
LOGO, MOTTO, VISI-MISI DAN BIDANG-BIDANG STRATEGI PASTORAL KEUSKUPAN TIMIKA
Logo Keuskupan
- Kitab Suci:
- Firman Tuhan dan Tradisi Gereja sebagai dasar pelayanan
- Topi, Tali, Mitra, dan Tongkat:
- Gereja dalam pelayanan
- Burung Cendrawasih:
- Area pelayanan di Keuskupan Timika-Papua
- Noken (Tas Budaya) dan Jemaat dalam Bahtera:
- Membangun persekutuan yang menghidupkan dalam konteks budaya setempat
- Busur dan Panah:
- Memerangi segala kejahatan
- Bintang, Tifa, dan Salib:
- Mencari dan memuliakan Dia yang menyelamatkan
Motto
PARATE VIAM DOMINI
Parate Viam Domini = Siapkan Jalan Tuhan (Mat. 3:3) adalah motto tahbisan Uskup. Di bawah motto inilah Keuskupan Timika digembalakan, dengan harapan agar semakin banyak orang dapat menemukan Kristus, Jalan Keselamatan di dalam Gereja.
Visi
UMAT ALLAH YANG BERSEKUTU, MANDIRI DAN MISIONER
Visi Keuskupan Timika adalah: Umat Allah yang Bersekutu, Mandiri dan Misioner. Rumusan visi ini lahir dari suatu pergumulun sejarah panjang umat Keuskupan Timika, sejak menjadi bagian dari Keuskupan Jayapura yang giat membangun Persekutuan sebagai Umat Allah. Kemudian menjadi Kevikepan Wilayah Barat Keuskupan Jayapura yang berjuang mewujudkan Gereja sebagai Umat Allah yang Bersekutu dan Mandiri. Saat ini, setelah menjadi keuskupan sendiri, harapan menjadi Umat Allah yang Bersekutu dan Mandiri perlu pula ditopang oleh semangat untuk terus berkembang, baik dalam kualitas maupun kuantitas, secara internal maupun eksternal. Untuk itu diperlukan semangat Misioner. Ketiga unsur utama visi tersebut, yakni Umat Allah yang Bersekutu, Mandiri, dan Misioner, menjadi impian untuk dicapai melalui kebijakan dan program-program keuskupan dari waktu ke waktu.
Misi
Untuk memperjuangkan pemenuhan Visi tersebut, Gereja Katolik Keuskupan Timika mempunyai Misi :
- Mengembangkan semangat persaudaraan sejati antar umat (intern: multi etnis, multi cultural) dan antar golongan (extern: multi etnis, multi cultural, multi religi) di tengah masyarakat.
- Menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga Gereja, (“Gereja adalah kita”).
- Membangun kemandirian dalam tiga pilar kemandirian Gereja yakni bidang Iman, Personil dan Finansial.
- Mengobarkan semangat bersaksi (semangat missioner) dalam kehidupan seluruh warga Gereja.
Bidang-bidang Strategis Pastoral
- Pemeliharaan dan Pengembangan Iman
- Pendidikan
- Sosial – Ekonomi
- Kesehatan
DATA DEMOGRAFIS DAN GEOGRAFIS
Penduduk
- Provinsi Papua Tengah : 1.348.463 jiwa (2022)
- Umat Katolik : 61.028 Jiwa (Tim Gertak 2018)
- Luas wilayah : 491.24 km².
Biru = Wilayah Keuskupan Timika dalam Kabupaten
Pembagian Wilayah Keuskupan Timika dalam Kabupaten
Keuskupan Timika meliputi 12 kabupaten dalam wilayah Provinsi Papua Tengah:
- Kabupaten Biak Numfor
- Kabupaten Deiyai
- Kabupaten Dogiyai
- Kabupaten Intan Jaya
- Kabupaten Mimika
- Kabupaten Nabire
- Kabupaten Paniai
- Kabupaten Puncak
- Kabupaten Puncak Jaya
- Kabupaten Supiori
- Kabupaten Waropen
- Kabupaten Yapen
Pembagian Wilayah Keuskupan Timika dalam Dekanat
- Dekanat MIMIKA AGIMUGA
- Dekanat MONI PUNCAK JAYA
- Dekanat PANIAI
- Dekanat KAMUU MAPIA
- Dekanat TELUK CENDERAWASIH
- Dekanat TIGI
Pembagian Wilayah Pelayanan Pastoral Keuskupan Timika dalam Dekenat
0 Komentar